Tag Archives: Jakarta

Audit Kinerja, Sejarah dan Perkembangannya di Indonesia

19 Feb

Audit Kinerja adalah suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan kebijakan terkait.

Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Fungsi audit kinerja adalah memberikan review independen dari pihak ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah kinerja organisasi dapat memenuhi harapan.

Audit Kinerja ini lahir sebagai wujud ketidakpuasan masyarakat atas hasil audit keuangan yang  hanya menilai suatu kewajaran atas laporan keuangan semata, sedangkan masyarakat ingin tahu apakah uang yang mereka bayarkan telah dikelola dengan baik. Apakah uang itu digunakan untuk memperoleh sumber daya yang hemat (spend less), digunakan secara efisien (spend well), dan dapat memberikan hasil yang optimal (spend wisely).

Audit Kinerja perkembangannya bisa dilihat dari sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal, audit kinerja merupakan perkembangan dari audit intern (internal audit) yang berkembang menjadi audit operasional (operational audit), dan selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit) yang berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Selain itu ada juga audit program (program audit), yang bertujuan menilai efektivitas. Audit manajemen dan audit program inilah yang kemudian digabungkan menjadi audit kinerja (performance audit).

Sedangkan dari sisi eksternal, audit kinerja merupakan penjabaran dari principal-agent theory. Masyarakat sebagai principal/pemilik modal ingin modal yang mereka berikan dikelola dengan baik sesuai dengan efektif, efisien dan ekonomis oleh pemerintah selaku agent. Untuk itu, pemerintah harus menunjukkan akuntabilitasnya kepada masyarakat. Akuntabilitas kinerja pemerintah ini harus dinilai oleh pihak yang independen, yaitu auditor eksternal. Di sisi lain, audit kinerja juga didaulat sebagai pengganti mekanisme pasar.

Di Indonesia sendiri praktek dari Audit Kinerja terutama di sektor publik/pemerintah sudah dipraktekan demi terwujudnya good governance.

Praktek Audit Kinerja Pemerintah pertama kali dilaksanakan oleh Djawatan Akuntan Negara (DNA) sesuai dengan besluit No. 44 tanggal 31 Oktober 1936, dimana DAN bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu.

Pada Tahun 1956, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/BDS/V tanggal 19 Desember 1959, Djawatan Akuntan Pajak (Belasting Accountantsdienst) yang dibentuk tahun 1921 digabungkan dengan DAN.

Kemudian pada tahun 1961, keluar Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN). Kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. Pada tahapan ini DAN bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasannya.

Pada tahun 1963, dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1963 tentang pengawasan Keuangan Negara, dibentuklah Urusan Pengawasan pada Departemen Urusan Pendapatan, Pembiayaan, dan Pengawasan (Departemen Keuangan). Sedangkan di tiap Departemen dibentuk bagian Pengawasan Keuangan yang berdiri sendiri terlepas dari Bagian Keuangan Departemen yang bersangkutan.

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1966, dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966. Tugas DDPKN (kini dikenal sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.

Pada tahun 1983, dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983, DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa, tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya.

Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.

Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya audit atau represif. Kegiatan sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai digeluti BPKP. Sedangkan audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Pada masa reformasi ini, BPKP banyak mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman dengan pemda dan departemen/lembaga sebagai mitra kerja BPKP. MoU tersebut pada umumnya membantu mitra kerja untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka mencapai good governance.

Lain halnya dengan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), yang telah lahir terlebih dahulu berdasarkan amanat Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 dan mengalami beberapa kali perubahan fungsi dan wewenang. Hingga akhirnya pada tahun 2002, dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002, menegaskan kembali kedudukan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.

Dengan munculnya kedua auditor tersebut, BPKP sebagai auditor internal, BPK sebagai auditor eksternal, maka perlu suatu standar atas Pemeriksaan terhadap Kegiatan Pemerintah di sektor Publik agar sumber daya yang dimiliki oleh negara dapat digunakan secara hemat, efektif, dan efisien. Lalu terbitlah Audit Kinerja, yang dapat di analisis melaui dua sudut pandang audit.

Saat ini Audit Kinerja di sektor Pemerintahan dinilai sangat penting dan masih terus dikembangkan oleh organisasi-organisasi Internasional terkait, karena dengan Audit Kinerja, Peningkatan Akuntabilitas Publik, dan Maksimalisasi Kualitas Kinerja Sektor Publik diharapkan dapat tercapai.

Sumber :

http://depkeu.go.id

http://bpk.go.id

http://bpkp.go.id

http://stan.ac.id

http://gao.gov

http://cag-bvg

http://gc.ca

http://rekenkamer.ni

http://vtv.fi

http://anao.gov.au